Sandbox is a multipurpose HTML5 template with various layouts which will be a great solution for your business.

Contact Info

Moonshine St. 14/05
Light City, London
info@email.com
+00 (123) 456 78 90

Follow Us

#Kasih Sayang

Here you can find the latest #Kasih Sayang articles.

Bukan Tidak Make Sense, Kita Hanya Belum Paham
Read More

Bukan Tidak Make Sense, Kita Hanya Belum Paham

Terkadang dunia ini terlihat tidak adil, menurut beberapa akal manusia dan mungkin salah satunya aku dan kamu. Berapa kali gagal yang kita terima sedangkan yang di tampilkan dunia keberhasilan-keberhasilan yang juga seorang manusia.

Kalau kita bisa mundur untuk hidup di masing-masing masa lalu kita, ingatkah kamu kepada dirimu yang bangun pagi dengan penuh semangat. Berangkat menuntut ilmu dengan senyum dan begitu bahagia saat ada yang bertanya entah teman atau guru yang berkata, "Cita-cita kamu itu jadi apa sih." Wah warna warni jawaban kita saat itu seolah dunia begitu mudah kita bentuk sesuai akal yang kita inginkan. Saat itu ada yang ingin menjadi dokter, guru, polisi, tentara, pengacara, astronot dan begitu banyak lagi impian indah yang terdengar saat kita duduk di dalam sebuah ruang yang kita sebut kelas.

Hari demi hari berlalu aku dan kamu bertumbuh, dunia mulai tak sebaik dulu. Dulu kita kira menjadi dokter itu mudah tapi ternyata biayanya tak bisa dianggap mudah, dulu kita kira menjadi guru menyenangkan tapi ternyata guru honorer begitu menyedihkan. Setiap hari seolah kita hanya di siksa kenyataan.

Untuk sebagian orang mimpi membuatnya berlari kencang mantap menjalani kehidupan. Tapi untuk sebagian lagi mimpi justru membuatnya seolah terjungkal dan berdarah dalam meneruskan kehidupan.

"Ya Allah apa salahku" mungkin itu gerutu kita saat mimpi tak pernah sampai di garis finishnya.

Tapi di saat-saat itulah aku kembali memahami status hamba yang melekat pada diri. Untuk menahan bulu mata agar tak jatuh saja kita mungkin tak akan mampu. Apalagi mengatur skenario kehidupan.

Alhamdulillah Allah izinkan saya mendengar cerita ini dalam sebuah kajian.

Ada seorang dokter yang mengabarkan kepada sang pasien bahwa luka tetanus yang terdapat di kakinya bisa menyebar, maka dari itu kaki sang pasien harus di amputasi. Saat mendengarnya sang pasien menolak dengan rasa sedih yang menyelimuti diri.

Baik, sekarang mari kita lihat ini dari sudut pandang sang dokter bahwa mengamputasi salah satu kaki pasien adalah pilihan terbaiknya, karena jika dibiarkan luka itu menyebar bahkan berakhir membunuh. Sang dokter bukan ingin memberi luka pada pasien tapi dia berusaha mempertahankan hidup pasien tersebut.

Tapi bagaimana hal ini di mata pasien yang tidak mengerti. Kakinya diambil satu, dia dibuat cacat selamanya.

Barangkali begitulah takdir Allah untuk kita hambanya. Apa yang Allah ambil atau apapun yang belum Allah berikan itu semua bukan bentuk menghinakan. Tapi InsyaAllah ini adalah skenario terbaiknya untuk kita semua yang merasa sebagai hambaNya.

Dikit-Dikit Kok Mental Illness
Read More

Dikit-Dikit Kok Mental Illness

Aku yang jumawa terheran-heran kenapa banyak sekali teman yang sangat mudah untuk berkata, "kayaknya gua kena mental illness nih." Tunggu deh, memangnya itu satu pencapaian. memangnya manusia selemah itu sampai mentalnya mudah sekali sakit. Pertanyaan itu terus mengisi kepalaku yang besar.

Sampai tiba waktunya aku mendengar kisah teman adikku yang terbaring sakit, tak mampu melakukan apa pun bahkan untuk sekedar bicara. Ada dokter yang menyarankan si anak dibawa ke psikiater, karena mungkin ada beban mental yang tak mampu dia ucapkan. Saat mendengar itu aku hanya mampu diam kepalaku yang besar seakan menyempit menghimpit kesombonganku. Tanyaku tidak berhenti sampai di sana, aku pun bertanya hal apa yang sekiranya bisa membuat dia sampai begitu.

Lalu adikku pun menjawab, "Ya kalau kata gue sih ini karena ekpektasi ya, bisa jadi ekspektasinya lulus SMK bisa kerja dan bahagiain orang tuanya, tapi kan lu tahu sendiri lulusan SMK bisa apa sih. Sedangkan dia juga kaya dikejar-kejar circle di media sosialnya yang upload ini dan itu sedangkan dia ngerasa hidupnya gak pantas buat di upload."

Seketika aku berpikir bagaimana kalau postinganku tanpa sengaja membuat mental orang lain tersakiti membuat merasa hidup mereka di diskriminasi. Atau barangkali pemikiranku yang bilang "Dikit-dikit kok mental illness" bukannya memotivasi malah memprovokasi.

Sahabat aku pernah mendengar ini, "jangan bandingkan dirimu dengan Sultan Muhammad Al Fatih yang di umur 21 tahun sudah menaklukan konstantinopel, karena setiap kita punya konstantinopelnya masing-masing cukup semangatnya yang kita tiru." Mungkin bagi mereka yang sakit pun sama, ada luka yang bagimu hanya perih tapi mereka harus menahannya sambil lirih. Dan barangakali bagi kita hanya secuil luka tapi bagi beberapa orang itu sekolam duka.

Semua manusia berbeda termasuk kuatnya. Dan ternyata tidak sulit menjadi manusia yang baik, cukup berhenti bertanya "kenapa" kepada mereka yang kita tidak tahu "siapa." Saudaraku apa yang ditampilkan orang lain dalam sebuah media sosialnya adalah sebuah hasil buatan bukan sebuah kenyataan. Semoga kita semua kembali bisa menempatkan asa untuk meraih cita di dunia nyata bukan sekedar mengejar like di dunia maya.