Sandbox is a multipurpose HTML5 template with various layouts which will be a great solution for your business.

Contact Info

Moonshine St. 14/05
Light City, London
info@email.com
+00 (123) 456 78 90

Follow Us

#Allah

Here you can find the latest #Allah articles.

Beruntungnya Aku, Menjadi Tawanan Kebaikan
Read More

Beruntungnya Aku, Menjadi Tawanan Kebaikan

Setiap sudut ruangan seakan penuh, setiap sudut pikiran seakan tak lagi cukup untuk memikirkan hal lain, lagi dan lagi kepala diketuk masalah yang belum tahu kemana dan apa jalan keluarnya. Apa kalian pernah memiliki masalah seperti itu ?.

Saat waktu seperti itu hadir aktifitasku hanya sebatas badan tanpa kepala, khusyuk pun tak lagi mampu hadir dalam shalatku. Aku tahu aku harus segera memikirkan solusi untuk kehidupan ekonomiku, karena untuk saat ini itulah masalahku. Kemana aku harus mencari pinjaman malu rasanya meminjam kepada teman atau saudara yang mungkin saat ini pun sedang kesulitan. Sampai akhirnya jawaban tanpa pemikiran panjang pun datang di kepalaku, “Gimana kalau aku buat kartu kredit aja dulu, kan bisa tuh pinjam uang tunai.  Jadi gk usah pinjam orang dan orang pun gak akan ada yang tahu aku punya hutang,” Begitu yakin aku menjawabnya.

      Bergegaslah aku mengambil telepon genggamku mencari tahu tentang bagaimana cara membuat kartu kredit, bagaimana pembayarannya, dan bagaimana dengan bunganya. Dari sebuah web yang aku baca kartu kredit bisa di daftarkan online, masuklah aku ke halamannya. Lalu muncul lah suguhan penjelasan platform kartu yang tersedia saat membacanya dahiku mulai mengerut, kebingungan memenuhi kepalaku bisa-bisanya orang bergaji 3 juta dalam sebulan diberikan platform kartu kredit sebesar 20 juta per bulannya. Tapi aku abaikan semua itu, aku pun masuk di halaman web sebagai orang yang ingin mengajukan kepemilikan kartu kredit.

         Di halaman tersebut aku harus mengisi nomor kartu debetku, aku pun mengisinya. Tapi jariku terhenti karena tiba-tiba aku disapa beberapa pertanyaan yang datangnya dari aku, “Tunggu dulu memangnya kamu sanggup menanggung bunganya.” Aku pun menjawab tanpa alasan “Pasti sanggup kok.” Pertanyaan satu terjawab muncul pertanyaan lainnya “Tunggu deh memangnya apa salahnya mencoba minta bantuan ke orang lain.” Dengan yakin aku menjawab “Engga deh, malu aku.” Sampai akhirnya Allah hadirkan pertanyaan klimaks melalui hati kecil ini, “Sebenarnya untuk apa uang yang kamu pinjam, bukannya untuk melanjutkan hidup untuk Allah bukan untuk terlihat tangguh di hadapan manusia, kenapa kamu malu kepada manusia tapi tidak malu menerima uang yang tidak Allah halalkan untukmu.”

         Terdiam aku mendengar pertanyaan itu, aku pun keluar dari halaman web tersebut sambil terus beristighfar. Bisa-bisanya aku ingin hidup baik di mata manusia tapi tidak mengusahakan yang terbaik untuk Allah, padahal kehidupanku jelas-jelas karena kuasaNya. Akhirnya aku hubungi seorang teman yang aku yakini saat itu dia adalah perantara Allah yang bisa membantuku, aku lepaskan segala egoku aku beberkan segala kekuranganku bukan untuk dikasihani  tapi yang aku yakini kebaikan selalu membutuhkan kejujuran. Dan hebatnya Allah yang menjadikan dia perantaraNya tanpa waktu lama, tanpa mengajukan banyak pertanyaan dia membalas pesanku yang tertulis “Mau di kirim kemana uangnya.” MasyaAllah malunya aku meragukan solusi Allah dan merasa sanggup hidup dengan ilmu yang tak seberapa ini.

           Dari episode kehidupanku kali ini aku tahu bahwa menjadi tawanan kebaikan adalah sebuah keuntungan, dipenjarakan dalam kebaikan adalah sebuah ketenangan. Barangkali kehidupan dengan sedikitnya kemewahan adalah cara terbaik meraih keberkahan. Semoga Allah senantiasa menjadikan aku, kamu dan kita tawanan dalam kebaikan dibuat terbatas dalam sebuah keburukan.

Betapa sayangnya Allah pada hambaNya, Dia munculkan ribuan keraguan dan ketakutan ketika manusia di hampiri godaan untuk melakukan keburukan.

Semua Tiba Saat Kita Sudah Butuh
Read More

Semua Tiba Saat Kita Sudah Butuh

Saat binar jingga di sore hari tak lagi terlihat, berbaring di ranjang dengan telepon genggam di tangan pun menjadi pilihan. Dan pelan-pelan mulai menjelajah sosial media. Dimulai dari status whatsapp, lanjut story instagram, sampai berulang kali scroll feed di media sosial rasa-rasanya kegiatan yang tak akan pernah berkhianat untuk menghilangkan penat sepulang bekerja. Dan itu pun menjadi salah satu opsi yang aku lakukan saat pekerjaan berkunjung tak ada henti-hentinya. 

Tiba-tiba gerakan tanganku berhenti di salah satu postingan seorang teman. Dia terlihat memposting salah satu buku karyanya yang berhasil untuk dipublikasikan. Tangan yang tadinya penuh semangat mencari, mata yang sibuk membaca entah kenapa jadi lesu dan turut mendukung hati untuk mengatakan, "waktuku kapan ya." Seakan rasa iri mendarat begitu tepat di bagian yang membuat hati merasa rendah diri. 

Tak lama berselang aku membaca pesan seorang mentor yang bunyinya kurang lebih tertulis bahwa, belajar dari orang lain memang baik, tetapi kita harus paham bahwa kita bukan dia. Jleb, lesu yang hadir tadi tergantikan dengan istighfar yang berulang-ulang kali aku ucapkan. Selepas istighfar aku ucapkan, aku pun membalas postingan temanku dengan penuh rasa turut bahagia dan memberinya selamat juga apresiasi. Dia membalasnya dengan ucapan terima kasih yang begitu takzim dan tak lupa dia memintaku untuk membantu promosi bukunya dalam media sosialku. 

Mendengar permintaannya tak membuatku pikir panjang untuk menjawab, "Iya libatkan aku ya supaya aku juga dapat pahala." Dia pun langsung membalasnya dengan pernyataan yang tak terpikir olehku sebelumnya, "Gimana sih caranya punya niat selurus itu, jujur aku bahagia banget buku ini terbit ya karena untuk aku cari rezeki." 

Ya Allah mendengar jawabannya aku menerima satu jawaban begitu romantis dari Allah Yang Maha Besar atas rasa rendah diriku, ternyata dia memang lebih butuh karya itu di banding aku. Mungkin saat kita belum menerima apa-apa yang kita langitkan memanglah hal itu belum kita butuhkan. Saat semuanya menjadi kebutuhan yakinlah Allah pasti kabulkan.

#Pejuang30dwc

#30dwcjilid33

#Day2

Menunggu Pagi Harus Lelah Menerima Malam
Read More

Menunggu Pagi Harus Lelah Menerima Malam

Dunia seakan tak menawarkan solusi saat kita sendiri tak paham memaknai sebuah kondisi. Seisi dunia bilang jangan marah, karena setiap masalah pasti berbuah hikmah. Lalu isi hati seolah menertawakan mereka, mana mungkin ada hikmah saat yang di ingin tak lagi dalam genggaman. Jangankan dalam genggaman bahkan mungkin mereka sudah hilang dari pandangan. ah rasa-rasanya mau marah saja, barangkali ini yang kita rasakan, saat kesulitan rasanya mencekik lini kehidupan.

Tunggu, seandainya saja kita bisa lebih peka terhadap setiap proses di dunia ini bahwa tak akan ada kupu-kupu kalau dia tak pernah melewati sepinya saat menjadi kepompong. Tak akan berjalan bumi ini tanpa adanya ibu yang melewati setengah ajalnya untuk melahirkan generasi-generasi khalifah terbaik. Dan tak akan pernah ada pagi tanpa gelapnya malam, saat malam sudah semakin larut dan terus larut, kian menyepi, di saat itu jugalah kita tahu bahwa sebentar lagi sudah pagi.

Bukankah itu juga berlaku untuk segala kesulitan-kesulitan kita ?. Setiap kesulitan yang kian hari makin rumit, makin sulit dan sepertinya sudah bukan lagi kadar kita untuk memikirkan dan menyelesaikan. Mungkin Allah tengah mengambil kendali untuk hidup kita. Seolah dia tengah berkata, "Wahai hambaku cukuplah engkau bersabar atas takdirmu, karena solusi atas masalahmu adalah urusanKu." Kalau kata mba Dewi nur aisyah dalam bukunya semoga iman kita alias rasa percaya kita terhadap Allah melebihi rasa suka dan tidak suka kita terhadap sesuatu.

Sudah sering kita membaca kutipan bahwa badai pasti berlalu, dan kita memahaminya dengan baik. Tapi jangan lupa kalau badai bisa berlalu pelangi pun tak akan pernah ada untuk waktu yang lama bukan ?.

#Pejuang30dwc

#30dwcjilid33

#Day4

Realita Tidak Menyulitkan, Hanya Menguatkan
Read More

Realita Tidak Menyulitkan, Hanya Menguatkan

Tidak mudah memberikan rasa sadar sepenuhnya, bahwa kita hanyalah seorang hamba yang sekedar mampu menerima ketentuan dari Dia Sang pencipta semesta. Karena seringkali kita merasa dalam hidup ini kitalah yang punya kuasa. Mulai dari kenapa bangun pagi, kenapa bisa sampai kantor tepat waktu, berhasil membuat makanan enak dan hal-hal kecil lainnya. Kita selalu beranggapan kitalah alasan dibalik semua hal itu tercipta. Sampai lupa bahwa ada pembuat skenario terbaik di atas sana, dan hidup kita sejatinya terserah pada Dia. Semoga sampai di sini kita sama-sama belajar sadar bahwa kita hanyalah sekedar manusia biasa. 

Kalau kita memaknai hidup ini terserah padaNya, tentu tak akan ada realita yang membuat hati kita gugur di medan juang kehidupan. Karena sejatinya ada hasil saat kita mendapatkan pencapaian, dan ada pelajaran saat kita gagal dalam arena pertarungan. Pahamilah bahwa suksesmu karena iringan ridhoNya dan gagalmu adalah bentuk materi kehidupan yang Dia ajarkan langsung pada kita hambaNya. 

Jadi, semoga setelah membaca tulisan ini kita mampu mengembalikan hidup pada hakikat yang sebenarnya. Karena semesta memang harus semestiNya. Sudah semestinya realita yang kita hadapi ini tidaklah pernah mudah, karena hidup ini adalah ujian pintaNya. Sudah semestinya hadir teguran saat kita futur padaNya, karena hidup ini hanyalah untuk beribadah kepadaNya. Untuk apa dia menguji, untuk apa dibuat rumit kalau memudahkan tak perlu waktu bagiNya. Barangkali pertanyaan yang akan munncul di kepala ?.

Ya, karena Allah tahu realita kehidupan yang dia ciptakan hanya untuk menguatkan bukan menyulitkan. Bukannya kita selalu ingin menjadi lebih kuat saat menghadapi sebuah cobaan ?.

#Pejuan30dwc

#30DWC

#30Dwcjilid33

#Day5

Kelola Mau Menjadi Tahu
Read More

Kelola Mau Menjadi Tahu

Adanya hari ini tentu karena badan dan pikiran masih menyatu merajut rasa yang kita sebut mau. Untuk menjalani tiap-tiap episode kehidupan, kebanyakan dari kita seringkali menomor duakan rasa mau dalam diri. Dan dengan sukarela menggantikannya dengan rasa mau atau keinginan orang lain. Seolah kita sibuk menjadi pantulan dalam cermin dalam kisah kita sendiri. Padahal kita tahu, bahwa kita tak seharusnya hanya menjadi orang dalam cermin yang hanya mampu mengikuti standar hidup orang lain. Coba kita lihat bayangan dalam cermin, saat tubuh utama bergerak ke kanan dia akan ke kanan. Saat tubuh utama ke kiri dia pun pasti ke kiri. Jadi selama ini kamu adalah tubuh utama atau hanya sesorang yang hidup karena orang lain ?

Kita ini khalifah di buminya Allah, kata siapa ? Ya kata Allah. Di saat yang menciptakanmu begitu memberikan peran yang begitu mulia. Kenapa kita memilih mengkerdilkan diri yang sudah diciptakan sempurna dan istimewa. Memang tak semua rasa mau mampu bertepi menjadi sukses dalam hidup kita. Tapi, setidaknya rasa mau ini bisa kita kelola menjadi tahu. Tahu bahwa setiap keinginan ada resiko, tahu bahwa menjadi yang terbaik begitu banyak yang dikorbankan. Sekarang kalau diri kita secara sadar diminta untuk memilih, dan pilihannya adalah mencapai segala yang kamu mau tanpa tahu apa-apa. Atau kamu sudah tahu ilmunya untuk mencapai segala yang kamu mau. Mana yang kamu pilih ? aku yakin jawaban ke 2 akan selalu menjadi pilihan mayoritas. 

Karena hidup tak akan berjalan hanya karena keinginanmu, dia terus berjalan sesuai ukuran pengetahuanmu. Semakin besar yang kamu tahu semakin besar peluang kamu melunakkan sebuah pencapaian. Aku harap kita senantiasa menjadi manusia yang mampu mengelola rasa mau untuk menjadi rasa tahu.

#Pejuang30dwc

#30dwcjilid33

#Day7

#30dwc

Perbanyak Bersyukur Bukan Mengukur
Read More

Perbanyak Bersyukur Bukan Mengukur

Aku tahu setiap hal punya ukurannya tidak boleh berlebih kadarnya atau kurang dari seharusnya. Tentunya aku sependapat dengan hal itu, karena adanya ukuran adalah bentuk panduan yang memudahkan. Namun ukuran yang kita terapkan tidak seharusnya kita letakkan pada nikmat dari Tuhan. Seringkali kita mengeluhkan soal pendapatan, sibuk berdialog dengan diri bahwa yang didapat tentu tak akan cukup. Yang dipunya tak dapat memenuhi kebutuhan dapur, anak sekolah, belum lagi undakan arisan yang tak berkesudahan. Selalu seperti itu kita sibuk mengukur. 

Kalau bicara soal rezeki bukankah Allah SWT sudah memberimu mata untuk melihat dengan cuma-cuma, juga kaki tangan yang sempurna. Pernahkah kita bertanya, "Aku ini saat pertama dilahirkan belum mampu melakukan kebaikan apa-apa Ya Allah kenapa Engkau sudah beri aku kesempurnaan di saat aku belum tahu mampu menyempurnakan iman atau tidak terdahapMu." Kenapa kita sibuk mengukur jumlah sesuatu yang bisa kita usahakan nanti, agar selalu bertambah jumlahnya. Tapi anugerah fisik ini ? kita bisa apa kalau Dia tidak dengan kelembutannNya menitipkan pada kita. 

Dalam firmanNya “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya.” (Q.S. an-Nahl [16]: 18). Iya benar kita tak seharusnya pandai mengukur, tapi panda-pandailah bersyukur. Karena nikmat Allah selalu tak terhitung jumlahnya namun senantiasa berlimpah bagi hambaNya.

Sebelum mengukur nikmat Allah ada baiknya kita mengukur kadar ibadah kita padaNya, saat jauh jaraknya dari Dia Yang Maha Kuasa bagaimana Dia bisa memberi lebih untuk kita. 

#Pejuang30dwc

#30dwc

#30dwcjilid33

#Day10

Jangan Lupa Kita Hanya Manusia
Read More

Jangan Lupa Kita Hanya Manusia

Beberapa hari mungkin kita akan merasakan sedih, lalu berganti kesal yang datang beberapa pekan. Tak disangka-sangka kecewa malah menambah remuknya punggung yang sudah terlalu banyak beban. Dan di saat-saat itulah kadang ada sedikit bahagia bagai seteguk air yang menghilangkan dahaga. Ya namanya juga kehidupan, bahkan ini yang terjadi pada tiap-tiap manusia di belahan dunia mana pun. 

Tidak ada manusia yang dilahirkan dengan kemampuan untuk berbahagia selama hidupnya. Atau dilahirkan mutlak hanya untuk merasakan kepahitan dunia. Semua sama takarannya untuk yang berlimpah keuangan mungkin keluargalah ujiannya. Bagi yang memiliki keluarga sempurna mungkin kesehatanlah ujiannya. Bagi yang pendidikannya begitu mudah iya jalani mungkin biayalah menjadi kendalanya. Bagi yang biayanya lebih dari cukup tuntutan orang tualah bebannya. Kita semua ini sama hanya seorang manusia biasa. 

Janganlah lupa manusia diciptakan memang untuk diuji, bukankan begitu yang Allah tuliskan dalam kitabNya. Ujianmu bukanlah jaminan bahwa Tuhan membencimu, dan bahagiamu bukanlah jaminan kelak surga menjadi milikmu. Kita sama takarannya, waktu kita sama hanya 24 jam sehari tidak ada yang Allah lebihkan atau kurangkan. 

Jangan lupa kita hanya manusia dan hidup kita sudah ada aturannya. Jangan lupa kita hanya pemain kehidupan bukan penulis skenarionya. Hiduplah dengan renungan ada Dzat yang begitu teliti mengatur setiap detik hidup kita, dari mulai kedipan mata sampai berakhirnya napas kehidupan. Dengan begitu kita bisa menjadi manusia yang tak bertindak seolah takdir bisa negosiasi dan kekuatan Allah hanya sekedar basa-basi. 

#Pejuang30dwc

#30dwcjilid33

#30dwc|

#Day11

2022
Read More

2022

Tahun baru, sebuah perjalanan baru.

Pasti kita semua menengadahkan tangan merawat harap agar yang sedih menjadi bahagia, yang sulit menjadi mudah, dan yang sakit secepatnya sembuh. Berlomba-lomba mengingat kembali niat hati apa alasan kaki berjalan di muka bumi.

Tentu ada mimpi di dalamnya, yang harus senantiasa kita rawat perjalanannya. Bukan,bukan hanya di tanggal 1 Januari, tapi 365 hari ke depan pun harus sama daya juangnya. Jangan hanya menggebu di tanggal satu lalu lupa di tanggal dua puluh. Jangan hanya bersedia lelah di Januari tapi justru rebahan di bulan Oktober nanti.

Lucu ya, manusia itu sibuk berdoa di tanggal-tanggal tertentu seolah beranggapan eksistensi Allah hanya di tanggal 1 Januari. Padahal kapan pun, dimana pun, ketika kita mampu berdoa Allah pasti dengar, InsyaAllah pasti Allah kabulkan. Tapi ingat, cara mengabulkan seperti apa bentuknya ya terserah Allah.

Karena apa ? karena Allah Tuhannya, kita hanya hambaNya.

Kini Pilihannya Hanya Pada Sabar
Read More

Kini Pilihannya Hanya Pada Sabar

Ada kalanya aku memilih menangis sebagai aliran kesedihanku.

Ada kalanya sisi baikku memilih untuk sujud dan berdo'a.

Ada kalanya sisi burukku tentu mengeluhkannya.

Apapun yang aku lakukan, semua aku nisbatkan pada "aku kan hanya manusia." Aku lupa bahwa yang sedih, dan terluka di bumi ini bukan hanya aku. Aku lupa bahwa dunia ini memang diisi dengan ujian di setiap selanya.

Aku tahu kita ada pada ujian yang berbeda, aku tahu keadaan, pengalaman dan rasa kuat kita berbeda. Tapi yang perlu kita ingat, ujianku bukan kamu yang buat. Dan ujianmu bukan aku yang buat. Jadi jangan takut lagi ya, karena ujian kita mungkin sudah lulus uji klinis jauh sebelum aku dan kamu ada di dunia ini. Bukankah kita sepakat, Sang Pembuat garis hidup kita dialah Yang Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Pengasih, dan Maha penyayang ?

Dari aku yang paling bersyukur .