Sandbox is a multipurpose HTML5 template with various layouts which will be a great solution for your business.

Contact Info

Moonshine St. 14/05
Light City, London
info@email.com
+00 (123) 456 78 90

Follow Us

Alhambra Blog

Selamat datang, dan berkeliling didalam kastil.

Pentingnya Publik Listening
Read More

Pentingnya Publik Listening

Berapa banyak orang yang khawatir tidak dapat berbicara dengan baik di depan umum, atau khawatir terlihat tidak cakap dalam menyampaikan sesuatu. Sampai-sampai banyak kelas webinar bertebaran di media sosial kita yang menyajikan pembelanjaran mengenai Publik Speaking. Mahir berbicara tentu sebuah keahlian yang sangat diwajibkan saat ini.

               Tapi bukankah kita tak akan cakap berbicara sebelum bisa memahami. Sadarkah kita para pembicara yang terasa menyenangkan untuk kita dengarkan itu sebab mereka menyampaikan apa yang ingin kita dengar. Bukan berbicara karena semata-mata dia ingin, atau hanya menjadikan kata-katanya sebuah sapaan tak berkesan apalagi meninggalkan bekas yang terasa menyakitkan.

Ini sebuah kilas balik sebuah cerita, hari itu aku yang selalu berdiri di posisi paling belakang saat ada di tengah keramaian, menatap keriuhan kawan yang bercengkrama menunggu antrian makan siang dalam sebuah acara kantor. Mataku menuju meja prasamanan yang berisi hidangan mencoba memilih yang mana yang cocok untuk teman makan siang. Dalam antrian aku mendengar banyak pembicara, ada yang bertanya “Kok kamu gendutan” atau “Ya ampun anak baru satu aja udah gak bisa urus badan” yang sangat mainstream pun ada “Jadi, kapan nikah” dan sesekali aku dengar “udah isi belum.”

               Wah hari itu aku dengar begitu banyak yang berbicara tanpa dulu diam mendengar cerita. Karena bisa jadi yang ditanya tentang pernikahan mungkin baru kandas dalam sebuah hubungan. Yang ditanya tentang kehamilan barangkali baru saja keguguran. Bisakah kita bayangkan rasanya jadi mereka, bukankah itu layaknya menabur garam pada sebuah luka. 

Sadarkah kita kemampuan bicara yang Allah anugerahkan ini untuk mengatakan apa yang ingin orang lain dengar, bukan untuk menanyakan hal-hal yang ingin kamu tahu. Semakin banyak yang kita dengar semakin berkualitas apa yang akan kita ucapkan.

Ini do'a yang bisa aku ucapkan, "Ya Allah jika dari ucapan dan tindakanku tidak mampu membawa kebahagiaan untuk orang lain, tetapi semoga diamku memberikan ketenangan dan kenyamanan untuk oran-orang sekelilingku."

Perjalanan
Read More

Perjalanan

Berjalan di keramaian itu layaknya berteman dengan hiruk pikuk lampu kota, terkadang keluhan manusia menjadi musik dalam perjalanan ini. Sesekali kita siap berlari tapi jalan kehidupan ini terlalu sempit sampai-sampai kita harus dikejar bunyi klakson para manusia yang lebih siap untuk selalu di depan. Ingin memutar balik tidak diizinkan rambu lalu lintas, ya sudah tunggu saja namanya perjalanan selalu tentang penantian.

Sebuah tulisan lama dalam feed instagramku, bahkan sampai saat ini aku masih dalam perjalananku. Tak banyak berubah dan tak banyak cerita. Tulisan setahun yang lalu, sudah 365 hari waktu berjalan seringkali aku mendengar orang lain bahkan terkadang aku salah satunya mengatakan ini, “aduh aku masih gini-gini aja ya tiap tahunnya.” Padahal ada 365 hari yang terlewat dan tidak mungkin kita diam, meskipun perubahan tidak drastis bertahan adalah salah satu hal yang patut kita syukuri. Menyadari bahwa kita butuh perubahan adalah proses perubahan. Ada sehat dan sakit yang Allah suguhkan, barangkali mereka yang hidup di tahun lalu sudah tidak dapat kita temui di tahun ini.

Sungguh kita memang ada dalam sebuah perjalanan, kita musafir dunia yang berjalan menuju satu gerbang kepastian yaitu gerbang kematian. Mungkin saat ini kita harus menikmati jalan kita baik terjal, menukik atau pun jalan yang lurus tapi membosankan. Karena hakikatnya setiap jalan pasti ada ujungnya. Setiap yang hidup pasti ada akhirnya, setiap keadaan akan ada masanya.

Ingat, Kamu Sedang Mengenalkan Siapa Allah.
Read More

Ingat, Kamu Sedang Mengenalkan Siapa Allah.

Ada saatnya kita merasa kontribusi kita terhadap islam itu diperlukan. Geram rasanya saat shalat yang hanya 5 waktu diperdebatkan, sedangkan datangnya nikmat sehat dan tubuh yang sempurna tidak pernah dipikirkan datangnya darimana dan dari siapa ?. Dalam benak diri, ingin rasanya menjadi sok pintar dan menceramahi mereka-mereka yang enggan untuk shalat tapi menikmati dunia yang Allah ciptakan.

“Astaghfirullah....Astaghfirullah...Astaghfirullah’al adzim.” Hanya itu yang mampu aku ucap, karena sebelumnya pernah aku utarakan pendapatku kepada mereka, yang ada malah memutus tali silaturahmi. Dan mungkin sebagian lagi menganggap aku mabuk agama.

Baru-baru ini muncul perdebatan mengenai CHILDFREE, aduh rasanya saat mendengar itu aku tidak menyangka ada manusia yang bisa memutuskan hal itu padahal jelas-jelas dia merasakan nikmatnya kehidupan bahkan sampai bertemu dengan orang yang dia cintai ya karena keputusan ibu dan ayahnya untuk melahirkan dia. Uhh aku menggurutu tentang hal itu berhari-hari hehe. Sampai ada tabir Allah yang membuka pikiranku tentang keputusan dan kerasnya pendapat manusia-manusia lain. Pada saat itu, di kantorku aku bertukar pendapat dengan seorang sahabat, yang bercerita bahwa si dia yang memutuskan untuk childfree mungkin disebabkan banyak hal, ada banyak barangkali yang sahabatku sebutkan. Sampai aku terdiam dan merasa sudah melakukan kesalahan.

 “Ternyata aku belum tahu ada apa dibalik keputusannya” ucapku. Iya seperti halnya aku yang belum dan tidak tahu ada luka apa dalam hidupnya sampai dia memutuskan hal tersebut. Barangkali dia pun belum tahu kebaikan-kebaikan apa yang dia dapatkan dari seorang keturunan. Atau Bisa jadi, pemahamannya tentang agama memang belum sampai di sana. Dan ini membuat pikiranku makin liar memikirkan bagaimana rasanya jadi dia yang belum paham tetapi di salahkan kanan dan kirinya. Banyak postingan bertebaran yang menganggapnya seolah-olah penjahat. Lalu jahatkah mereka yang menolak childfree, tentu tidak. Mereka berbicara sesuai yang agamanya mau kok. Tapi sahabat, saat kita mencoba menjelaskan arti shalat kepada mereka yang belum paham atau apa pun itu termasuk perihal kampanye menolak childfree. Janganlah tergesa-gesa, jangan marah dan hindari perdebatan adalah hal terbaik.

Mengalah bukan arti dari kalah tapi yang tengah kita coba menangkan adalah agama Allah bukan harga diri kita.

Kita ini tengah berusaha menyelamatkan manusia bukan mengedepankan apresiasi bahwa kita yang benar. Jadi saat kita memilih untuk berdakwah coba kembali tanyakan pada diri yang imannya lemah ini. Kita sedang menunjukkan kuasa dan ilmuNya Allah atau sedang menyombongkan diri ?.

Bukan Tidak Make Sense, Kita Hanya Belum Paham
Read More

Bukan Tidak Make Sense, Kita Hanya Belum Paham

Terkadang dunia ini terlihat tidak adil, menurut beberapa akal manusia dan mungkin salah satunya aku dan kamu. Berapa kali gagal yang kita terima sedangkan yang di tampilkan dunia keberhasilan-keberhasilan yang juga seorang manusia.

Kalau kita bisa mundur untuk hidup di masing-masing masa lalu kita, ingatkah kamu kepada dirimu yang bangun pagi dengan penuh semangat. Berangkat menuntut ilmu dengan senyum dan begitu bahagia saat ada yang bertanya entah teman atau guru yang berkata, "Cita-cita kamu itu jadi apa sih." Wah warna warni jawaban kita saat itu seolah dunia begitu mudah kita bentuk sesuai akal yang kita inginkan. Saat itu ada yang ingin menjadi dokter, guru, polisi, tentara, pengacara, astronot dan begitu banyak lagi impian indah yang terdengar saat kita duduk di dalam sebuah ruang yang kita sebut kelas.

Hari demi hari berlalu aku dan kamu bertumbuh, dunia mulai tak sebaik dulu. Dulu kita kira menjadi dokter itu mudah tapi ternyata biayanya tak bisa dianggap mudah, dulu kita kira menjadi guru menyenangkan tapi ternyata guru honorer begitu menyedihkan. Setiap hari seolah kita hanya di siksa kenyataan.

Untuk sebagian orang mimpi membuatnya berlari kencang mantap menjalani kehidupan. Tapi untuk sebagian lagi mimpi justru membuatnya seolah terjungkal dan berdarah dalam meneruskan kehidupan.

"Ya Allah apa salahku" mungkin itu gerutu kita saat mimpi tak pernah sampai di garis finishnya.

Tapi di saat-saat itulah aku kembali memahami status hamba yang melekat pada diri. Untuk menahan bulu mata agar tak jatuh saja kita mungkin tak akan mampu. Apalagi mengatur skenario kehidupan.

Alhamdulillah Allah izinkan saya mendengar cerita ini dalam sebuah kajian.

Ada seorang dokter yang mengabarkan kepada sang pasien bahwa luka tetanus yang terdapat di kakinya bisa menyebar, maka dari itu kaki sang pasien harus di amputasi. Saat mendengarnya sang pasien menolak dengan rasa sedih yang menyelimuti diri.

Baik, sekarang mari kita lihat ini dari sudut pandang sang dokter bahwa mengamputasi salah satu kaki pasien adalah pilihan terbaiknya, karena jika dibiarkan luka itu menyebar bahkan berakhir membunuh. Sang dokter bukan ingin memberi luka pada pasien tapi dia berusaha mempertahankan hidup pasien tersebut.

Tapi bagaimana hal ini di mata pasien yang tidak mengerti. Kakinya diambil satu, dia dibuat cacat selamanya.

Barangkali begitulah takdir Allah untuk kita hambanya. Apa yang Allah ambil atau apapun yang belum Allah berikan itu semua bukan bentuk menghinakan. Tapi InsyaAllah ini adalah skenario terbaiknya untuk kita semua yang merasa sebagai hambaNya.