Ini sebuah cerita tentang sosok yang tak pernah unggul di rumah, dibandingkan seorang ibu. Dia yang selalu pergi lebih pagi dan pulang lebih petang dari setiap orang yang ada di rumah. Di rumahku, aku panggil dia dengan panggilan bapak. Bapak yang selalu lebih ramah dari mamah, bapak yang selalu lebih banyak diam dibandingkan mamah. Begitulah sosoknya yang aku tahu selama 25 tahun ini.
Namun sosok tersebut seperti tak ada saat hari pernikahanku. Sosok yang acuh tak acuh itu berubah sendu, diamnya berubah haru, dinginnya berubah pilu. Saat hari itu tiba, tenggorokannya seakan penuh sekat untuk memberikan izin kepada anak perempuannya untuk melangkah lebih jauh dalam mengarungi kehidupan.
Air matanya pecah, suara tangisnya pun terdengar banyak telinga di hari itu. Saat suara itu terdengar aku seperti kembali melihat sosok bapak 20 tahun lalu, saat usiaku masih 5 tahun. Dia akan menangis kalau aku memintanya untuk tidak pergi, dia akan berbicara begitu lembut untuk menjelaskan bahwa yang dia lakukan tentulah hanya untuk anak-anaknya, jelas itu aku dan adik-adikku. Aku yang bertumbuh dewasa selalu berpikir bapak berubah yang tadinya sayang sekarang rasa itu sepertinya hilang. Yang tadinya penuh perhatian kini sering membuatku merasa kesepian.
Tapi di hari itu aku tahu, aku salah. Bapak tak pernah berubah, bapak selalu ada di belakangku untuk memperhatikan bukan untuk menangkapku saat jatuh dari sepeda, tapi dia ada di belakangku untuk selalu mendo'akan. Di hari itu aku tahu, bahwa bukan bapak yang berubah tapi akulah yang tak paham.
#Pejuang30dwc
#30dwcjilid33
#30dwc
#Day14